Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh
setiap pemimpin negara. Keanekaragaman tanaman pangan di suatu negara yang
dikelola dengan bijaksana diharapkan dapat memberi kontribusi yang
bermakna terhadap kebutuhan bahan makanan pokok rakyatnya. Dan sebaliknya jika
kehadirannya tidak mendapat perhatian yang semestinya maka akibatnya tidak
dapat berguna dalam usaha untuk ikut menanggulangi kelaparan dunia.
Ketersediaan produksi padi-padian dunia terutama di negara negara miskin dan
sedang berkembang telah terbukti tidak dapat mengimbangi pertumbuhan
pertumbuhan di negara-negara tersebut. Sementara di negara negara maju produksi
mereka selalu melebihi kebutuhan. Terhadap kenyataan ini usaha-usaha nyata pada
saat sekarang harus digalakkan dalam rangka menanggulangi kemungkinan terburuk
terjadinya difisit padi-padian secara global.
Tanaman-tanaman lokal Indonesia seperti waluh, jagung, pisang, dan
ketela rambat adalah sumber utama karbohidrat dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
defisit beras yang dapat mengancam stabilitas pangan dunia. Tanaman pangan
tersebut tersebar di hampir seluruh lokasi di Indonesia dan mempunyai kandungan
gizi yang tidak kalah baiknya dengan produk asing. Dengan sumber karbohidrat
yang bagus, Cucurbita moschata juga
mempunyai kandungan Betakarotin yang tinggi. Jenis jagung pulut di NTT juga
menjajikan kualitas yang baik seperti sweet corn. Demikian juga pisang lokal
kita juga mengandung asam folat yang hampir menyamai kandungan buah kiwi. Ipomoea batatas dengan beragam kultivarnya
telah memberikan gambaran betapa indahnya struktur exin pollennya yang luar
biasa.
Pendekatan morfologi yang dipadu dengan molekuler (enzim) telah
memberikan petunjuk bahwa kemiripan bentuk
yang hampir tidak dapat diatasi dengan data morfologi ternyata telah
mampu dibuktikan secara molekuler berdasarkan pola pita yang terekspresi.
Dengan demikian produk tanaman pangan lokal Indonesia, tidak hanya menarik
karena kandungan gizinya yang dapat berguna dalam mendampingi prospek kesulitan
padi-padian di masa mendatang tetapi juga menyimpan rahasia bernilai ilmiah
melalui pendekatan molekuler dan optik modern.
Pendahuluan

Akibat pertambahan penduduk yang cukup
drastis memberikan implikasi yang cukup serius seperti yang di sebut dalam paragraph
di atas yaitu berkurangnya lahan pertania yang di gunakan untuk produksi
pangan, hal ini dapat di lihat penurunan yang cukup signifikan dari luas lahan
pertania, tercatat dari tahun 1990-1993 dimana perorang rata-rata memanfaatkan
0.23 ha dan saat ini hanya lebih kurang 0,11 ha dan di perkrakan akan mengalami
penurunan hingga sampai 0,08 ha di tahun 2030 (Suranto, 2008). Pertumbuhan penduduk di negara-negara maju sperti
jerman, jepang dan italia memperlihatkan angka yang cukup
relative rendah di bandingkan negara-negara yang berkembang menunjukan angka
yang cukup tinggi. Perkembangan penduduk yang cukup pesat ini akan di
perkirakan mencapai stengah miliar manusia di cina pada pada tahun 2030
demikian juga negara-negara seperti pakistan dan india memperlihatkan dan ikut
menyumbangkan junlah penduduk yang cukup tinggi pula. Selain dari negara-negara
yang sudah di sebutkan tadi ternya negara kita (Indonesia) juga di proyeksikan
akan mempunyai jumlah penduduk sekitar 307 Juta. Tahun 1950-an hampir semua
negara di dunia yang berstatus negara masih belum maju dan maju hampir tidak
ada yang mengalami krisis pangan. Bahkan Indonesia pada tahun 1984-an
swasembada pangan. Begitu juga di tahun 1990-an namun ada beberapa negara
mengalami kekurangan pangan tapi hanya terkonsentrasi di negara-negara Asia
misal india, china, banglades dan negara-negara Afrika (Suranto, 2009).
Krisis pangan global tersebut
terjadi karena masing-masing negara, tidak berdaulat atas pangan. Kedaulatan
pangan merupakan hak setiap bangsa atau masyarakat untuk menetapkan pangan bagi
dirinya sendiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa
menjadikannya subyek berbagai kekuatan pasar internasional. Kondisi ini merupaka kondisi yang di sebut sebagai krisis pangan
yang sanggup membuat banyak masyarakat dari sebuah negara mengalami kelaparan
hebat. Krisis pangan ini memicu kekawatiran dari Negara-negara keya.
Kekawatiran ini terungkap saat konferensi pers di washington tahun 2008. Karena krisis pangan tersebut
dapat mengancam situasi geopolitik secara global. John Walton pun mengatakan
bahwa kelaparan dan krisis pangan akan melahirkan serangan terhadap globalisasi
dan pasar. Sehingga Bulan oktober marupakan bulan pangan sedunia yang harus selalu di
ingat oleh setiap manusia yang hidup di bumi. (Jokolelono E., 2011).
Hari pangan
sedunia (HPS) diperingati setiap tanggal 16 Oktober. HPS di peringati agar
menjadi media dalam meningkatkan pemahaman masyarakat dunia tentang kepedulian
dan menggalang kerjasama antar pihak-pihak yang terkait dalam neningkatkan
sinergitas dalam penaganan krisis pangan dunia dan juga mengingatkan kembali bahwa
perwujudan ketahanan pangan adalah tanggung jawab bersama yang harus
dilaksanakan bagi keberlanjutan peradaban manusia.
Sebagai memperkuat katahanan pangan di perlukan sinergi dan kemitraan antara
pemangku kepentingan bersama dengan terbentuknya kebijakan dan program aksi
yang dapat dilakukan (Hidriyah S., 2012).
Indonesia
adalah Negara berkembang yang memiliki komitmen tinggi dalam
menjaga stabilitas ketahanan pangan global. Indonesia telah
menandatangani Letter of Intent (LOI) dengan FAO pada bulan Maret
2009 sebagai usaha atau bentuk dukungan terhadap berbagai program untuk meninkatkan ketahanan pangan global dan
pembangunan sector pertanian negara-negara lainnya, terutama dalam kerangka
kerjasama selatan-selatan (South-south Cooperation), kerjasama teknis
negara-negara berkembang (KTNB/ TCDC) dan pencapaian tujuan dari MDGs. Setelah
indonesia menandatangani LOI ini menjadi pengharapan akan semakin di perkuat
partisipasi indonesia dalam membantu menjaga kestabilan dan peningkatan
pertanian di Negara-negara berkembang
terutama di negara-negara asia pasifik dan afrika yang telah berjalan
sejak tahun 1980 (Lemhanas RI, 2013).
Karbohidrat merupakan sumber energy bagi tubuh untuk melakukan
aktifitas sehari, pasokan karbohidrat dari luar
dapat di peroleh bahan pangan yang di konsusmsi dan untuk memenuhi sumber karbo
hidrat indonesia semakin bergantung pada beras. Pencapain swasembada beras pada
tahun 1984 telah membuat pola konsumsi pokok pangan beras meningkat mencapai
81,1% berlanjut hingga tahun 1999. Sementara, konsumsi jagung hanya 3,1% dan
ubi kayu 8,8%. Menurut Badan Pusat Statistik (2012), konsumsi beras masyarakat
Indonesia mencapai 113,72 kg/ kapita/tahun dan angka tersebut melebihi angka
ideal PPH (Pola Pangan Harapan) yaitu: 87 kg/kapita/tahun (Aini N., 2013)
PEMBAHASAN
Sumber pangan alternative lokal Indonesia.
Padi merupakan bahan pangan yang sangat diperlukan oleh dunia
terutaman di indonesia sebagai negara
yang menjadikan padi adalah makanan pokok, melebihi kentang , jagung, gandum
dan serealia lainnya. Tanaman ini di pertimbangkan sangat penting adanya karena
padi merupakan pangan pokok bagi lebih dari setengah penduduk dunia (Widiyanti, Suranto & Sugiyarto, 2009).
Namun seiring perkembangan global, pangan utaman seperti padi ini mengalami kekurangan sangat drastis. Menurunya ketahanan pangan
seperti ini harus di carikan solusinya yaitu menjadikan pangan non beras
seperti waluh, jagung, pisang, dan ketela rambat sebagai pangan alternative
yang mengandung karbohidrat dan menjadi sumber pangan alternative bagi
masyarakat dunia.
Program pemerintah indonesia dalam melakukan swasembada karbohidrat
dengan memanfaatkan pangan non berasa seperti waluh, jagung, pisang, dan ketela
rambat merupaka komoditas tanaman yang menjadi sumber karbohindarat cukup
tinggi bahkan setara dengan beras. Dari berbagai tanaman non beras tadi bisa
menjadi pangan potensial di indinesia. Dalam
usaha penganekaraman pangan non beras ini yang di dukung oleh inpres No. 20
1979 yang sudah mulai di perhatikan oleh para peneliti. Pemerintah maupun para
pengusaha. Sumber bahan pangan tersebut memberikan harpan baru dalam
perkembangan ketahanan pangan, disamping sebagai bahan pangan juga sebagai
sumber karbohidrat cukup tinggi, juga bisa di sejajarkan dengan tepung beras
dan terigu sehingga dapat di gunakan dalam diversifikasi pangan sumber kalori
dan juga dapat di jadikan sebagai bahan baku industri (Simanjuntak D.,
2006)
Waluh/Labu Kuning (Cucurbita moschata Duch) Sebagai Sumber
Pangan Alternatif.
Waluh/labu
kuning (Curcurbita Moschata Duch) merupakan salah satu sumber karbohidrat
yang menjadi bahan makanan cukup murah dan dapat dijangkau oleh kantong
masyarakat biasa. Labu kuning ini adalah salah satu sumber pangan alternantif
yang cukup baik karena dapat dijadikan pengganti karbohidrat dari tepung terigu
sebagai sumber pokok karbohidrat (Anam C.
& Handajani S., 2010).
Tanaman labu kuning berasal dari Ambon (Indonesia). Ada lima spesies labu yang umum
dikenal, yaitu Cucubita
maxima Duchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta,
Cucubita moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo L. Kelima spesies cucurbita
tersebut di indonesia disebut labu kuning (waluh) karena mempunyai ciri-ciri
yang hampir sama. Labu kuning dapat di klasifikasikan : Divisi : Spermatophyta, Sub divisi : Angiospermae, Kelas :
Dicotyledonae, Ordo : Cucurbitales, Familia : Cucurbitaceae, Genus :
Cucubita Spesies : Cucubita moschata Duch
(https://ccrcfarmasiugm.wordpress.com).
Cucubita
moschata memiliki manfaat yang cukup banyak dan potensi gizi yang cukup
banyak pula. Sumber Ca, P, Fe, vitamin
C, dan A. cukup banyak kandungan yang di hasilkan oleh labu kuning atau di
sebut waluh ini, selain itu juga mengandung banyak kalori dan kratenoid yang
cukup tinggi terutama pro vitamin A, dan
karoten(misalnya β-karoten). Kandungan kalori Setelah matang lebih 50 kkal per 100 gram. Kadungan terbesar
kalori dari biji labu kuning ini mencapai 550 kkal per 100 g biji segar. Selain
menjadi sumber alternative sebagai pangan yang mengandung karbohidrat juga
berfungsi sebagai manfaat bagi kesehatan yang cukup efektif misalnya pada biji
labu memiliki aktifitas secara farmakologis sebagai anti diabetik, anti fungal,
anti bakteri, dan memiliki aktifitas anti inflamatori, efek antioksidant, dan
mencegah pertumbuhan, dan mereduksi ukuran prostate (Suwanto, 2014). Jelas ini
sangat bermanfaat sekali sebagai pengganti bahan pangan pokok seperti beras,
karena waluh/labu kuning ini memiliki banyak sekali metabolit primer dan juga
metabolit sekunder, potensi ini sebagai sumber pangan fungsional.
Jagung (Zea mays ssp. mays) Sebagai Sumber
Pangan Alternatif.
Tanaman jagung merupakan
salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Sistimatika tanaman jagung adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae
(tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Classis :
Monocotyledone (berkeping satu) Ordo : Graminae (rumput-rumputan) Familia :
Graminaceae Genus : Zea Species : Zea
mays ssp. mays
(Ristek RI, 2000).
Salah satu alternative dalam mengatasi krisis pangan yaitu dengan
melalui diversifikasi pangan, dalam upaya
ini jagung merupakan salah satu alternative terbaik. Jagung merupakan
sumber karbohidrat yang mudah di jangkau
oleh keuangan masyarakat sehingga dapat di kembangkan mejadi bahan makan pokok
pengganti beras. Hal ini bertujuan untuk mengenksplorasi sumber bahan baru
selain beras dan gandum yang di gunakan sebagai pangan pokok yang bersal dari
pangan lokal. (Aini N., 2013)
Selain sumber karbohidrat dan protein yang sangat penting bagi
masyarakat di Indonesia, jagung juga memiliki kandungan
kratenoit dan fenolik dan sangat banyak fariasi genetik dari masing-masing
senyawa ini pada kultivarnya. Kombinasi dari faktor-faktor ini dapat
menciptakan peluang dalam menciptakan genotip jagung dengan sifat yang lebih
baik yang berkaitan dengan kesehatam masyarakat (Lopez-Martinez
L. X., 2015). Dapat kita lihat jangung
memiliki kekayaan serat cukup tinggi yang di butuhkan oleh tubuh manusia asam
lemak esensial, isoflavon, mineral (Ca, Mg, K, Na, P, Ca dan Fe), antosianin,
betakaroten (provitamin A), komposisi asam amino esensial, dan lainnya. Pangan
yang memiliki potensi untuk pengganti beras mulai dikembang, karena permintaan
yang cukup tinggi terkait kesadaran masyarakat mengenai kesehatan (Suarni & Muh. Yasin, 2011).
Pisang (Musa spp) Sebagai Sumber Pangan Alternatif.
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Klasifikasi
botani tanaman pisang adalah sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta Sub divisi
: Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Keluarga : Musaceae Genus : Musa Spesies
: Musa spp (Ristek RI, 2000).
Pisang (Musa spp) merupakan tamana yang tumbuh di seluruh daerah tropis dan
subtropis di dunia, ini merupakan hasil keberlimpahan tanaman buah di dunia
baik dalam produksi maupun perdagangan,
itu jauh melebihi tanaman jeruk sekitar 37
x per tahun untuk produksi dan untuk perdagangan sekitar
10 x ton pertahun. Pisang memiliki
banyak manfaat, seperti pisang raja bila telah matang banyak sekali mengandung proporsi Pati (10-25% berat
segar). Pisang berasala dari daerah tinggi curah hujan torpis dataran rendah di
asia tenggara dan telah menyebar ke daerah lain di dunia dalam tahun 2000.( Daniells
J.W., 2003).
Pisang bisa di
jadikan sebagai sumber bahan pangan alternative karena selain mengandung karbohidrat (pigmen
kuning-orange) pisang juga bisa bertindak sebagai pangan fungsional yang banyak
mengandung senyawa metabolit sekunder seperti karatenoid yang memiliki efek
untuk menigkatkan kekebalan, kanker, penyakit jantung, dan katarak, banyak
sekali penelitian yang menjelaskan tentang pigmen ini. Sebagai contoh Setiawan
B., et., al (2001) yang meneliti kandungan kratenoid dari 18 buah-buahan
termasuk pisang (Musa x paradisiaca L.)
yang bisa di konsumsi di jawa barat Indonesia (Pereira
A. & Maraschin M., 2015).
Pisang dan pisang raja menjadi komponen yang paling penting dalam mensatabilkan ketahanan pangan terutama di negara-negara yang
ekonominya rapuh telah memberikan sumbangsinya. Banyak penelitian dan
pengembangan komersial telah di infestasikan untuk menciptakan tanaman yang
berkualitas seperti pisang sebagai pangan alternatif (Thompson
A.K. 2011).
Ketela Rambat/Ubi Jalar (Ipomoea batatas Lamk.) Sebagai Sumber Pangan Alternatif.
Ketela rambat/ubi jalar merupakan salah satu
tanaman lokal yang berpotensi untuk dikembangkan. Di Jawa Barat,
ubijalar memiliki keragaman genetik yang tinggi. Jenis ubi madu merupakan salah
satu varietas lokal dengan penanaman
spesifik wilayah (Roosda A. A., et al.,
2013). Ini adalah adalah bahan pangan local yang berpotensi sebagai sumber
pangan alternativ.
Ketela Rambat/ubi jalar (Ipomoea batatas
Lamk.) di klasifikasikan menurut. Steenis (1987) dalam (Wahyuni D. 2015).
Kingdom : palantae, Devisi : Spermatophyta, Sub Divisi : Angiospermae, Kelas :
Dokoteledoneae, Ordo : Tubivlorae, Sub Ordo : Convolvulineae, Vamili : Convolvulineae, Genus : Ipomeae,
Spesies : Ipomoea batatas Lamk.
(ubijalar). Ubi jalal memiliki banyak sekali kandungan kimi yang bermanfaat
dalam hal sumber energy dan kesehatan manusia diantaranya adalah energy,
protein, lemak, karbohidrat, serat, abu, air, kalsium, fosfor, natrium,
kalsium, niacin, vitamin A (IU), vitamin B1 (mg), vitamin B2 (mg), vitamin C
(mg). jika di jadikan sebagai pangan pangan alternatifakan menjadi sumber
energy juga sekaligus sebagai sumber kesehatan bagi manusia (Wahyuni D. 2015).
Pendekatan Morfologi Dan Molekuler (Pola Pita Isozim)
Pendekatan morfologi untuk mengetahui keragaman adalah hal yang
penting karena pendekatan secara morfologi membuat membantu mengetahui
ciri-ciri secara fisik dank has dari jenis tanaman sehingga dapat di
identifikasi dengan mudah, Oleh karena itu penelitian yang akan dilakukan
mengenai hubungan fenetik antar organisme melalui pendekatan morfologi sangat
perlu dilakukan mengingat karena karekter dari pada tingkat morfologi adalah
karakter yang melekat erat pada tubuh tanaman sehingga dengan cepat mendapatkan
data (Rukmana C. H. et al. 2014).
Pendekatan molekuler juga dimaksudkan untuk mengetahui rahasia
secara molekuler atau keunikan tanaman. Pangan alternative bukan hanya sebagai
pengganti bahan pangan, namun bisa memberikan data yang ilmia sehingga berikutnya
dapat di kembangkan ke arah yang lebih baik lagi. isozim digunakan sebagai ciri
genetik untuk mempelajari keragaman individu dalam satu populasi, klasifikasi
jenis tanaman, identifikasi kultivar dan hibridnya. Metode ini telah banyak di
mafaatkan oleh pemuliaan tanaman dalam mengindetifikasi sampai ke tingkat
varietas karena memiliki kelebihan di antaranya mudah dilakukan dan membutuhkan
bahan dalam jumlah sedikit (Suwanto, 2014)
Potensi Pangan Lokal Indonesia Untuk Pangan Dunia
Indonesia memiliki kekayaan alam cukup tinggi, di sebut sebagai mega
biodiversitas karena kekayaan alamnya yang melimpah, menjadi nomor dua setelah
brazil. Di hadapkan dengan krisis pangan dunia membuat indonesia sebagai negara
berkembang harus melakukan impor beras besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan
pokok, akan tetapi indonesia telah melupakan bahawa bahan pangan alternativ
yang lebih tinggi karbohidratnya dari beras. Namun karna beras sudah menjadi
bahan pokok dari dulu, menjadikan masyarakat indonesia sulit beralih pada bahan
pokok alternative lain seperti waluh, jagung, pisang, ubi jalar. Penyebaran
dari tanaman lokal ini sangat banyak di indonesia bahkan hampir di setiap
daerah memiliki keberlimpahan dari tanaman lokal ini.
Indonesia dalam memenuhi ketahanan pangan dunia haruslah
mengoptimalkan potensi pangan lokal seperti waluh, jagung, pisang, ubi jalar.
Contohny di indonesia produksi jagung sebagai bahan pokok terdapat pada urutan
ke-3 setelah padi dan ubi kayu. Produksi jagung nasional dapat dilihat pada
tahun-tahun sebelumnya mengalami peningkatan yaitu sebesar 11.609.403 pada
tahun 2006, tahun 2007 sampai 13.287.527
ton, tahun 2008 mencapai 15.860.299 ton, dan tahun 2009 mencapai 17.041.215 ton
serta 18.327.636 ton pada tahun 2010. Produktivitas jagung pada tahun 2008
mencapai 40 – 42.3 kuintal/ha dan sasaran pada tahun 2009 naik menjadi 44.12
kuintal/ha, dengan produksi 18 juta ton. Hanya dengan ini saja indonesia di
perkirakan akan mampu menyumbangkan bahan pangan lokalnya untuk ketahanan
pangan dunia, di samping itu tenaga kerja pertanian saat ini lebih dari 43 juta
orang masih menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. aplagi semakin
berkembangnya riset dan teknologi pangan yang telah menghasilkan berbagai
varietas tanaman pangan yang tahan terhadap kondisi tidak optimal namun tetap
berproduksi tinggi. Jumlah penduduk yang sangat besar merupakan pasar dalam
negeri yang potensial bagi produk-produk pertanian yang dihasilkan petani, ini
kan mampu menyumbang devisa negara dan tidak perlu mengimpor beras lagi.
KESIMPULAN
1. Untuk mengatasi turunayan ketahanan pangan dunia harus didukung oleh
seluruh Negara di dunia dengan membangung hubungan sinergitas saling ketebukaan
infor masi dan ilmu pengetahuan terkait pengolahan pangan lokal masing-masing
negara.
2. Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang tinggi
memiliki pangan alternativ seperti waluh, jagung, pisang, ubi jalar yang cukup
evektif dalam mamenuhi pangan dalam negeri maupun untuk meyumbangkan untuk
ketahanan pangan dunia.
3. Selain sebagai bahan pangan yang memiliki kadungan karbohidrat waluh, jagung, pisang, ubi jalar juga bisa di
gunakan untuk menjadi pangan fungsional yang memilki banyak sekali manfaatnya
dalam kesehatan.
4. Pendekatan morfologi dan pola pita isozim telah memberikan data yang
cukup banyak sehingga dapat dipelajari keragaman individu dalam satu populasi,
klasifikasi jenis tanaman, identifikasi kultivar dan hibridnya serta menyimpan
rahasia bernilai ilmiah.
UCAPAN TERIMA
KASIH
Terimaksi kepada Prof. Dr. Suranto, M.Sc,. Ph.D. selaku dosen
penulis yang telah memberikan masukan dan telah mengarahkan dalam penilisan
makalah ini sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Arahan ini insya allah
akan bermanfaat dalam penulisan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anam C & Handajani S. 2010. Dry Noodle Pumpkin (Cucurbita Moschata)
With Antioxidant And Natural Dye. Caraka Tani
XXV No.1 (72)
Aini. N. 2013. Teknologi fermentasi pada tepung jagung. Graham ilmu. Yokyakarta.
Cahyono
E. 2005. WTO dan sitem pangan dunia : suatu pendekatan serikat dunia. International Union Of Food Agricultural,
Hotel, Restaurant, Catering Tobako And Allied Works Assiation.
Dahlia
S. 2006. Pemanfaatan Komoditas Non Berasdalamdiversifikasi Pangan Sumber
Kalori. J. Penelitian Bidang Ilmu
Pertanian. 4:1(45-54)
Dian
E. T. 2008. Krisis Pangan Dunia :
Revitalisasi Neo-Fungsionalisme?. Kompas
cetak, Rabu, 7 Mei 2008
Daniells J.W. 2003. Bananas and
plantains. Scienc direck. encyclopedia
of food sciences and nutrition (second edition), 372-378
Jokolelono E. 2011. Dan ketersediaan pangan. Media litbang
sulteng 4(2) : 88 – 96
Kummu
M., Moel H. D., Porkka M. S.,
Siebert, Varis O., Ward P.J. 2012. Lost Food, Wasted Resources: Global Food
Supply Chain Losses And Their Impacts On Freshwater, Cropland, And Fertiliser
Use. Science of the Total Environment.
438:477–489
Lemhannas
RI. 2013. Meningkatkan
Produktivitas Pertanian guna Mewujudkan Ketahanan Pangan dalam Rangka
Ketahanan Nasional. Jurnal Kajian Lemhannas RI | Edisi 15: (12)
Lopez-Martinez L. X., & Garcia H. S. 2015.
Chapter 39 – Processing of Corn (Maize) and Compositional Features.
Science Direck Processing
and Impact on Active Components in Food .
329–336
Meiyanto
E. 2008. Kuning (Cucurbita
moschata Durch). https://ccrcfarmasiugm.wordpress.com.
Di akses. 29 april 2015
Pereira
A., Maraschin M. 2015. Banana (Musa spp) from peel to pulp :Ethnopharmacology,
source of bioactive compounds and its relevance for human health. Journal of Ethnopharmacology.
160:149–163
Ristek.
2000. Ttg Budidaya Pertanian. Kantor
deputi menegristek bidang pendayagunaan dan pemasyarakatan ilmu pengetahuan dan
teknologi Gedung ii lantai 6 BPP teknologi, Jakarta.
Roosda A. A., Waluyo B., Yulia E., Widiantini
F., & Karuniawan A. 2014. Identifikasi Ketahanan
Ubijalar Lokal Terhadap Penyakit Kudis Sebagai Dasar
Penentuan Tetua Persilangan.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Tanaman Aneka Kacang Dan Umbi 2013. Bogor. (561)
Rukmana C. H., Hamidah, & Wahyuni D. K. 2014. Analisis Fenetik Hubungan Kekerabatan Pada Tanaman Brassica oleracea Beserta 4 Varietasnya, B. juncea dan B.
chinensis Melalui Pendekatan
Morfologi. J. Of Biological Sciences. Vol
2:(1).
Suranto.
2009. Perkembangan iptek dan sumbangannya Terhadap penanganan krisis pangan
global (sebuah pendekatan
bioteknologi molekuler). Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Suranto
(2008). Food Crisis and The Role of Moleculer Biotechnology. Keynote Speaker ;
ASPAC on ASET’2008.(Asia Pasific Conference on Art, Science, Engineering and
Technology. Solo; May 22, 2008
Suwanto.
2014. Studi Morfologi Dan Isozim Pada Labu Kuning (Cucurbita moschata Duch) Pada Lima Kabupaten Di Provinsi Jawa
Barat. Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Setiawan B., Sulaeman A., Giraud D. W. & Driskell J. A. 2001
Carotenoid Content of Selected Indonesian Fruits. Journal of Food Composition and Analysis. Vol 14, Issue 2,
169–176
Simanjuntak.
2006. Pemanfaatan komoditas non
beras dalam diversifikasi pangan sumber kalori. J. penelitian bidang pertanian.
Vol. 4:(1) 45-54
Suarni & Yasin M. 2011. Jagung sebagai
Sumber Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1
Sita Hidriyah. 2012. Permasalahan Pangan dan Peringatan Hari
Pangan Sedunia Tahun 2012. Info Singkata
Hubungan Internasional Vol. 4: 20 (5)
Thompson
A.K. 2011. 10 – Banana (Musa spp.). Science direck. Postharvest Biology and Technology of Tropical and
Subtropical Fruits: Açai to Citrus.,
216–243, 244e
Wahyuni
D. 2015. Studi Morfologi, Struktur Serbuksari Dan Pola Pita Isozim (Ipomoea batatas) peroksidase. Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Widiyanti,
Suranto & Sugiyarto. 2009. Keragaman
padi (oryza sativa) varietas rojolele Berdasarkan morfologi biji dan pola pita isozimnya.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
1 Comments
Saya Suka makan Pisang, tapi bukan yang itu (yang di upload) Mas Eken....
Reply Delete