Oleh:
M. Eka Hidayatullah
Latar belakang
Hari kesehatan seduania yang yang belum lama di peringanti pada tanggal April 2014 lalu merupakan momen untuk meningkatkan kewaspadaan kita terhadap berbagai penyakit termasuk yang berasal dari nyamuk, dalam peringatan ini Indonesia mengamgkat tema nasional yaitu waspadai nyamuk, lindungi diri kita, tema ini di ambil karena tingkat penyakit yang di akibatkan oleh nyamuk cukup tinggi selain itu Indonesia merupakan daerah epidemic dari penyakit yang berasal dari nyamu, sebanyak lima dari enam penyakit adalah telur vektor yang disebabkan oleh nyamuk, penyakit ini merupakan penyakit yang di bawa oleh satu mahluk (yang tidak berpenyakit) akan tetapi berpotensi sangat besar membawa bibit penyakitsalah satunya adalah nyamuk. Penyakit yang di tularkan oleh nyamuk biasanya malaria, demam berdarah dengue (DBD) chikungunya, filariasis (kaki gajah) dan Japanese encephalitis (peradangan otak) (www.futuready.com., 2015).
Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) masih merupakan penyakit yang penting di dunia dan khususnya di Indonesia. Dalam kurun lima puluh tahun terakhir, angka kesakitan akibat infeksi virus dengue terus meningkat, baik dari segi jumlah maupun penyebarannya secara geografi. Perhitungan terbaru memperkirakan angka kesakitan global mencapai 96 juta pertahun dan sekitar 300 juta penduduk terinfeksi, dan separuhnya terjadi di Asia Tenggara. Di Indonesia, meskipun angka kematian akibat infeksi virus dengue terus menurun dan telah mencapai dibawah 1%, namun angka kesakitan masih sangat tinggi, mencapai 27.6 kasus /100.000 penduduk. Tujuan utama dari pemberantasan penyakit demam berdarah dengue secara global adalah menurunkan angka kematian minimal 50% pada tahun 2020 dan angka kesakitan minimal 25% pada tahun 2015 (dengan menggunakan data tahun 2010 sebagai dasar).Upaya-upaya untuk mengatasi penyakit ini terus menerus dilakukan, akan tetapi hasilnya belum memuaskan. Upaya-upaya itu meliputi pencegahan, termasuk di dalamnya pengendalian vektor virus dengue, pengembangan vaksin anti dengue, pengembangan model untuk memprediksi munculnya wabah, dan diagnosis yang lebih cepat dan akurat.
Aedes aegypti adalah serangga nyamuk yang sangat berpotensial pembawa bibit penyakit yaitu Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primaryvector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakitdemam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah (www.wikipedia.com).
Demam berdarah atau keadaan yang terkait, dengan berdarah atau dengue, yang muncul secara global sebagai penyakit arboviral paling penting untuk di kendalikan saat ini, karena mengancam populasi manusia. Virus dengue ditularkan ke manusia oleh nyamuk aedine, terutama Aedes aegypti dan, pada tingkat lebih rendah, Aedes albopictus. Tidak ada pengobatan atau vaksin saat ini tersedia untuk demam berdarah; dengan demikian, pengendalian vektor masih menggunakan alat intervensi primer. Salah satu strategi pengendalian baru untuk mengurangi atau memblokir transmisi dengue oleh nyamuk melibatkan endosimbiotik bakteri Wolbachia, yang telah lama dipromosikan sebagai pengendali vector yang potensial untuk memperkenalkan gen anti-demam berdarah oleh nyamuk. Disini, kami telah mengamati interaksi Wolbachia dengan virus dengue pada Ae. aegypti. Wolbachia mampu menghambat replikasi virus, penyebaran dan transmisi di nyamuk tersebut. Selain itu, gangguan virus Wolbachia-dimediasi ini dikaitkan dengan ketinggian kekebalan basal dan peningkatan umur panjang di nyamuk. Studi kami memberikan wawasan baru ke tentang kegunaan Wolbachia untuk memblokir transmisi dengue oleh nyamuk. bukan cuma itu satu-satunya nyamuk yang mebawa penyakit, Anopheles sundaicus adalah salah satunya yang membawa penyakit malaria (Bian et al. 2010)
Kasus-kasus malaria baru yang terjadi pada umumnya adalah kasus lokal. Hal ini mengindikasikan masih adanya vektor di daerah tersebut. Informasi terkini mengenai bioekologi vektor sangat penting di tengah dinamika perubahan lingkungan yang terjadi saat ini. Memahami bioekologi vektor di suatu wilayah dapat diketahui dengan mempelajari lingkungan setempat, vektor, dan agennya. Pengetahuan dan pemahaman tentang bioekologi vektor sangat diperlukan bagi upaya pengendalian vektor yang tepat (Dhewantara et al., 2013).
Wolbachia adalah salah satu genus bakteri yang hidup sebagai parasit pada hewan artropoda. Infeksi Wolbachia pada hewan akan menyebabkan partenogenesis (perkembangan sel telur yang tidak dibuahi), kematian pada hewan jantan, dan feminisasi (perubahan serangga jantan menjadi betina). Bakteri ini tergolong ke dalam gram negatif, berbentuk batang, dan sulit ditumbuhkan di luar tubuh inangnya. Berdasarkan studi filogenomik, Wolbachia dikelompokkan menjadi 8 kelompok utama (A-H). Bakteri tersebut banyak terdapat di dalam jaringan dan organ reproduksi hewan serta pada jaringan somatik. Inang yang terinfeksi dapat mengalami inkompatibilitas (ketidakserasian) sitoplasma, yaitu suatu fenomena penyebaran faktor sitoplasma yang umumnya dilakukan dengan membunuh progeni (keturunan) yang tidak membawa/mewarisi faktor tersebut (www.wikipedia.com). Dua pendekatan kontrol menggunakan pengganti populasi Wolbachia berbasis telah diusulkan: Salah satu pendekatan potensial melibatkan menghubungkan transgen ke Wolbachia. Kapasitas vectorial The mosquitoâ berkurang sebagai transgen dibawa oleh Wolbachia ke populasi sasaran (Bian, et al. 2010).
Wolbachia, dan Pengembangannya
Wolbachia merupakan genus cytoplasmically yang diwariskan secara riketsia dalam jaringan reproduksi (ovarium dan testis) dari berbagai arthropoda. Bakteri ini menyebabkan sejumlah perubahan reproduksi di hostnya, termasuk ketidakcocokan sitoplasma (CI) antara strain dan spesies terkait dengan induksi partenogenesis (PI), dan feminisasi genetik serangga jantan sehingga modifikasi reproduksi inangnya yang memberi keuntungan selektif pada bakteri. Wolbachia sangat luas. Survei baru-baru ini telah menemukan bakteri ini lebih dari 16% dari spesies serangga, termasuk masing-masing pada serangga besar. Wolbachia juga telah ditemukan di isopoda dan tungau, dan kerabat dekat baru-baru ini ditemukan di sebuah nematoda. Akan tetapi Batas-batas distribusi Wolbachia di arthropoda dan filum lainnya belum ditentukan.
Wolbachia telah menarik minat baru-baru untuk beberapa alasan. Pertama, mengingat distribusi luas dan efek pada hostnya, Wolbachia memiliki implikasi untuk proses evolusi penting. Yang menarik adalah peran dan potensi mereka sebagai mekanisme untuk spesiasi yang cepat berkembang. Kedua, bakteri intraseluler ini dikenal dalam mengubah pengembangan awal dan proses mitosis pada hostnya. Akibatnya, Wolbachia dapat digunakan untuk mempelajari proses dasar ini. Ketiga, ada minat yang luas dalam menggunakan Wolbachia dalam kontrol biologis sebagai mikroba "musuh alami," untuk meningkatkan produktivitas musuh alami atau sebagai vektor untuk menyebarkan modifikasi genetik yang diinginkan dalam populasi serangga. Sejumlah besar kemajuan telah dibuat selama lima tahun terakhir dalam studi mekanisme aksi, biologi populasi, dan evolusi Wolbachia. Sejarah singkat penelitian Wolbachia, meninjau kemajuan terbaru, dan mendiskusikan arah potensial untuk penelitian masa depan. Bakteri intraselular ini pertama kali dilaporkan dalam jaringan reproduksi nyamuk Culex pipiens oleh Hertig & Wolbach pada tahun 1924, dan riketsia tersebut kemudian diberi nama Wolbachia pipientis. Pada tahun 1950, Ghelelovitch dan Laven menemukan bahwa persilangan antar jenis tertentu dalam nyamuk Culex yang kompatibel, yaitu mereka menghasilkan sedikit atau tidak ada keturunan. Laven menetapkan bahwa faktor ketidakcocokan yaitu dari pola pewarisan sitoplasmik (yaitu pola pewarisan melalui betina tetapi tidak melalui jantan) dan fenomena ketidakcocokan di sebut sitoplasma (Werren, 1997).
Wolbachia Bersimbion Pada Aedes aegypti
Wolbachia diwariskan secara maternal simbion yaitu bakteri intraseluler yang diperkirakan menginfeksi lebih dari 60% dari semua spesies serangga. Sementara Wolbachia umumnya ditemukan di banyak spesies nyamuk yang dianggap penting dan utama dalam transmisi patogen (penyebab penyakit) manusia. Publikasi keberhasilan strain Wolbachia yang dapat memperpendek kehidupan vektor DBD (demam berdarah) yang di bawa oleh Aedes aegypti dewasa yang baru-baru ini dilaporkan. Infeksi Wolbachia yang sama juga langsung menghambat kemampuan dari berbagai pathogen (spesies nyamuk) dalam menginfeksi. Efeknya adalah Wolbachia meberikan regangan spesifik dan berhubungan dengan Wolbachia priming dari sistem kekebalan tubuh bawaan nyamuk sehingga berpotensi berkompetisi untuk membatasi sumber seluler diperlukan untuk replikasi patogen. Para pene;iti menyarankan bahwa Wolbachia mengganggu patogen dengan bekerja secara sinergis dengan strategi hidup-shortening sehingga memberikan pendekatan yang kuat untuk kontrol penyakit menular serangga (Moreira et al., 2009).
Aplikasi Wolbachia Sebagai Agen Biokontrol
Upaya radikal dilakukan untuk membatasi dan mungkin membasmi virus dengue, arbovirus yang ditularkan di antara manusia oleh nyamuk dari genus Aedes. Berbeda dengan pendekatan standar dosis lingkungan dengan bahan kimia, perkenalan dengan agen biologi yang menyebabkan nyamuk berumur pendek, atau vaksin, transformasi populasi dengan Wolbachia bertujuan untuk kontrol biologis jangka panjang. Perkenalan lokal Wolbachia memiliki potensi untuk menyebar luas dan pada akhirnya menggagalkan kemampuan nyamuk untuk menularkan virus dengan salah satu dari dua mekanisme yang di gunakan,: (1) blocking langsung transmisi (ii) memperpendek umur nyamuk sehingga dia tidak bisa matang dengan infeksi virus. Selain itu, properti Wolbachia tentang ketidakcocokan sitoplasma pada nyamuk jantan yang sudah terinfeksi dengan betina, (iii) menekan populasi nyamuk lokal dengan melepaskan 'steril' laki-laki. Namun, metode yang terakhir ini memerlukan pelepasan terus-menerus strain lab-dipelihara dan dengan demikian tergantung pada infrastruktur substansial (Bull & Turelli, 2013)
Wolbachia mengontrol dengan memperpendek hidup nyamuk
Infeksi Wolbachia yang dapat memperpendek masa hidup inang dipergunakan sebagai cara untuk memutus rantai tranmisi patogen kepada manusia. Usia merupakan faktor yang penting bagi vektor untuk dapat mentransmisikan patogen, termasuk virus. Hal ini dikarenakan beberapa patogen memerlukan waktu inkubasi ekstrinsik di tubuh vektor sebelum akhirnya siap untuk ditransmisikan dan menginfeksi manusia. Dengan demikian, hanya vektor-vektor yang berthana hingga masa inkubasi ekstrensik patogen selesai-lah yang berperan dalam transmisi patogen tersebut kepada manusia. Berdasarkan kemampuan bakteri Wolbachia yang dipercaya dapat membantu memutuskan rantai transmisi virus melalui vektor serangga, Scott O'Neill ilmuwan asal Australia bersama dengan rekan-rekannya memulai penelitianWolbachia terhadap nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan vektor virusdengue penyebab demam berdarah. Namun demikian, bakteri Wolbachiatidak umum menginfeksi Aedes aegypti sehingga pada tahun 2009 McMeniman dkk melakukan tranfer bakteri Wolbachia kepada nyamuk Aedes aegypti yang menyebabkan masa hidup nyamuk berkurang hingga setengah kali dari normal. Percobaan transfer yang dilakukan di laboratorium ini dinilai cukup stabil dan strain Wolbachia juga dapat diturunkan secara material dalam frekuensi yang cukup tinggi.
Efek antivirus Wolbachia juga diteliti pada nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi dengan virus dengue. Nyamuk yang terinfeksi Wolbachia diberikan darah yang terinfeksi dengan DENV-2 dan didapatkan tidak ada nyamuk dengan infeksi Wolbachia memberikan hasil yang positif terhadap pemeriksaan virus DENV-2 pada hari ke-7 maupun hari ke-14 pasca pajanan. Sementara 30-100% nyamuk yang tidak terinfeksi Wolbachiamenujukkan hasil tes yang positif pada tga eksperimen berbeda. Eksperimen lain dengan menyuntikkan virus DENV-2 intratorakal pada nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia menunjukkan titer DENV-2 RNA yagn jauh lebih rendah dibandingkan dengan nyamuk yang tidak terinfeksi Wolbachia. Bahkan pemeriksaan saliva nyamuk terinfeksi Wolbachia menunjukkan hasil yang negatif terhadap virus pada hari ke-14 pasca pajanan.
Penelitian Wolbachia di Indonesia
Para peneliti di program Eliminate Dengue Project (EDP) di fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, sedang merintis metode pemberantasan demam berdarah dengue dengan langsung kepada siklus hidup nyamuk pembawa virusnya. Para peneliti memasukkan bakteri wolbachia ke dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, yang membuatnya kehilangan kemampuan untuk menularkan virus demam berdarah. Nyamuk yang sudah mengandung bakteri ini kemudian dikembangbiakkan di laboratorium. Peneliti utama dalam proyek ini, Riris Andono Ahmad mengatakan, setelah melalui serangkaian pembiakan, nyamuk yang telah mengandung bakteri ini dilepaskan ke sejumlah lokasi. Pelepasan akan dilakukan berulang setiap seminggu sekali dalam 16-24 pekan ke depan, ujarnya. Proses ini sangat aman, menurutnya, karena bakteri yang digunakan sebenarnya sudah ada di lingkungan sekitar, terutama di sejumlah serangga kami juga sudah melakukan survei di wilayah penelitian serangga, dan menemukan bahwa lebih dari 50 persen serangga yang kami tangkap itu mengandung wolbachia. Jadi ini bukan sebuah organisme yang asing, itu ada di alam dan sifatnya alami. Nyamuk yang dikembangkan di laboratorium diharapkan akan kawin dengan nyamuk Aedes aegypti liar, dan otomatis menularkar bakteri wolbachia ke nyamuk liar tersebut.
Anak-anak dari perkawinan nyamuk itu akan membawa bakteri wolbachia di dalam tubuhnya dan tidak akan bisa lagi menularkan virus demam berdarah. Demikian seterusnya, sehingga diharapkan seluruh nyamuk Aedes aegyti di alam akan tertular bakteri wolbachia. “Teknologi ini, kalau berhasil menyebarkan wolbachia di populasi nyamuk di alam, maka itu akan berkesinambungan. Karena kemudian bakteri itu akan diturunkan terus menerus ke anaknya, sehingga anak turun dari nyamuk tadi tidak akan memiliki kemampuan untuk menularkan virus dengue dalam jangka panjang, ini menjadi sebuah teknologi yang sangat murah, karena kita tidak perlu melakukan intervensi secara berulang-ulang.
Peneliti-peneliti di Fakultas Kedokteran UGM aktif dalam penelitian bidang-bidang tersebut. Dalam hal pengembangan vaksin dengue, di Indonesia telah dibentuk kelompok kerja yang melibatkan berbagai lembaga riset, yang meliputi: Litbangkes, Eijkman Institute for Molecular Biology, UI, UnAir, UGM, PSSP-IPB, BPPT, LIPI, dan Biofarma. Berbagai riset utk mengendalikan infeksi dengue dari aspek vektor juga terus dilakukan. Di FK UGM, beberapa peneliti melakukan riset dalam bidang ini dan bekerja sama dengan beberapa lembaga riset di luar negeri seperti Australia dan Perancis. Disisi lain, pengembangan diagnosis dari aspek klinik juga terus dilakukan.Simposium international tentang dengue yang berjudul: Integrating Research and Action on Dengue, diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran UGM ini didukung penuh oleh program Health Professional Education Quality Improvement (HPEQ) yang mengundang para ahli dari berbagai lembaga riset di dunia. Simposium ini antara lain di maksudkan sebagai wahana untuk mengetahui perkembangan terkini dan saling tukar pikiran untuk memecahkan masalah masalah terkait dengan penyakit dengue, baik dari aspek pencegahan, pengendalian vektor, diagnosis maupun penanganan pasien demam berdarah. Simposium ini mengundang ahli ahli ternama dan sangat senior dibidangnya dari berbagai negara, termasuk diantaranya Profesor: Scott Halstead dari Amerika, Roger Frutos dari Montpellier University, Perancis, Peter Ryan dari Monash University, Australia, Amin Subadrio dari Kementerian Riset dan Teknologi RI. Selain itu juga pembicara dari Kementerian kesehatan, WHO dan lain-lain. Hasil-hasil riset dalam bidang dengue dari para peneliti dari berbagaiinstitusi riset di Indonesia juga dipresentasikan dalam symposium ini (http:fk.ugm.ac.id)
Kesimpulan
pengendalian nyamuk yang menjadi fektor virus dengue penyebab penyakit demam berdarah tidak harus dengan menggunakan cara kimiawi, akan tetapi bisa dengan menggunakan bakteri Wolbachia. Wolbachia dapat mengifeksi nyamuk aedes aegypty dan bertahan didalam tubuhnya dan berkembang biak atau memperbanyak diri, sehingga bisa menularkan pada telur dan pasanganya, saat nyamuk sudah terinfeksi maka akan memperpendek umurnyamuk lebih cepat. penelitian ini di kembangkan di Australia, akan tetapi indnesia sebagai Negara epidemik juga sudah melakukan penelitian dengan pemanfaatan bakteri Wolbachia.
Daftar Pustaka
Jurnal
Bull J. J., & Turelli M. 2013. Wolbachia versus dengue Evolutionary forecasts. EMPH Vol (1): 197-207.
Bian G., Yao Xu , Peng Lu , Yan Xie & Zhiyong Xi. 2010. The Endosymbiotic Bacterium Wolbachia Induces Resistance to Dengue Virus in Aedes aegypti. news.msu.edu
Dhewantara P. W., Astute E. P., & Pradani F. D. 2013. studi bioekologi nyamuk anopheles sundaicus di desa sukaresik kecamatan sidamulih kabupaten ciamis bul. penelit. kesehat, Vol. 41, no. 1,: 26 – 36
Moreira L. A., Ormaetxe I. I., Jeffery J. A., Lu G., Pyke A. T., Hedges L. M., Rocha B. C., Mendelin S. H., Day A., Riegler M., Hugo L. E., Johnson K. N., Kay B. H., McGraw E. A., van den Hurk A. F., Ryan P. A, & O'Neil S. L. 2009. A Wolbachia Symbiont in Aedes aegypti Limits Infection with Dengue, Chikungunya, and Plasmodium. J. Cell shimposia. Volume 139, Issue 7,1268–1278
internet
Futuready. 2015. Kenali nyamuk pembawa penyakit. [Internet Akases 7/Febuari/2015 https://www.futuready.com/articledetail/index/kenali-nyamuk-pembawa-penyakit.19 feburwari 2015.
Fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada [Internet Akases 7/ Febuari /2015]=http://fk.ugm.ac.id/author/humas/page/4/
Wikipedia. Wolbachia. https://id.wikipedia.org/wiki/Wolbachia [Internet Akases 7/ Febuari /2015]
-------------. https://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti [Internet Akases 7/ Febuari /2015]
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments