Visi dan Misi Diri

Visi: Menjadi seseorang yang berkepribadian tangguh yang mampu membawa diri sendiri beserta keluarga ke dalam kehidupan yang bahagia di dunia maupun di akhirat, dan juga kehidupan yang mempunyai nilai manfaat bagi orang lain. Misi: - (Bekerja dengan giat, serta mempelajari ilmu yang mungkin dibutuhkan untuk memulai berwirausaha) - (Selalu menggali ilmu-ilmu baru (yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan)) - (Membangun jaringan koneksi/kemitraan) - (Membentuk karakter diri dengan selalu memperhatikan dan mengarahkan prilaku diri ke arah yang lebih baik) - (Membuat perencanaan terhadap segala hal yang akan dilakukan) - Menerapkan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari - Memulai merintis usaha dan mencoba untuk terus mengembangkannya agar dapat menampung pekerja

Minggu, 08 April 2018

thumbnail

BAKTERI Wolbchia AGEN BIOKONTROL UPAYA PENGENDALIAN NYAMUK Aedes Aegypty VEKTOR VIRUS DENGUE PENYEBAB PENYAKIT DEMAM BERDARAH

Oleh:
M. Eka Hidayatullah


Latar belakang
Hari kesehatan seduania yang yang belum lama di peringanti pada tanggal  April 2014 lalu merupakan momen untuk meningkatkan kewaspadaan kita terhadap berbagai penyakit termasuk yang berasal dari nyamuk, dalam peringatan ini Indonesia mengamgkat tema nasional yaitu waspadai nyamuk, lindungi diri kita, tema ini di ambil karena tingkat penyakit yang di akibatkan oleh nyamuk cukup tinggi selain itu Indonesia merupakan daerah epidemic dari penyakit yang berasal dari nyamu, sebanyak lima dari enam penyakit adalah telur vektor yang disebabkan oleh nyamuk, penyakit ini merupakan penyakit yang di bawa oleh satu mahluk (yang tidak berpenyakit) akan tetapi berpotensi sangat besar membawa bibit penyakitsalah satunya adalah nyamuk. Penyakit yang di tularkan oleh nyamuk biasanya malaria, demam berdarah dengue (DBD) chikungunya, filariasis (kaki gajah) dan Japanese encephalitis (peradangan otak) (www.futuready.com., 2015).

Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) masih merupakan penyakit yang penting di dunia dan khususnya di Indonesia. Dalam kurun lima puluh tahun terakhir, angka kesakitan akibat infeksi virus dengue terus meningkat, baik dari segi jumlah maupun penyebarannya secara geografi. Perhitungan terbaru memperkirakan angka kesakitan global mencapai 96 juta pertahun dan sekitar 300 juta penduduk terinfeksi, dan separuhnya terjadi di Asia Tenggara.  Di Indonesia, meskipun angka kematian akibat infeksi virus dengue terus menurun dan telah mencapai dibawah 1%, namun angka kesakitan masih sangat tinggi, mencapai 27.6 kasus /100.000 penduduk.  Tujuan utama dari pemberantasan penyakit demam berdarah dengue secara global adalah menurunkan angka kematian minimal 50% pada tahun 2020 dan angka kesakitan minimal 25% pada tahun 2015 (dengan menggunakan data tahun 2010 sebagai dasar).Upaya-upaya untuk mengatasi penyakit ini terus menerus dilakukan, akan tetapi hasilnya belum memuaskan. Upaya-upaya itu meliputi pencegahan, termasuk di dalamnya pengendalian vektor virus dengue, pengembangan vaksin anti dengue, pengembangan model untuk memprediksi munculnya wabah, dan diagnosis yang lebih cepat dan akurat. 

Aedes aegypti adalah serangga nyamuk yang sangat berpotensial pembawa bibit penyakit yaitu Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primaryvector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakitdemam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah (www.wikipedia.com).
Demam berdarah atau keadaan yang terkait, dengan berdarah atau dengue, yang muncul secara global sebagai penyakit arboviral paling penting untuk di kendalikan saat ini, karena mengancam populasi manusia. Virus dengue ditularkan ke manusia oleh nyamuk aedine, terutama Aedes aegypti dan, pada tingkat lebih rendah, Aedes albopictus. Tidak ada pengobatan atau vaksin saat ini tersedia untuk demam berdarah; dengan demikian, pengendalian vektor masih menggunakan alat intervensi primer. Salah satu strategi pengendalian baru untuk mengurangi atau memblokir transmisi dengue oleh nyamuk melibatkan endosimbiotik bakteri Wolbachia, yang telah lama dipromosikan sebagai pengendali vector yang potensial untuk memperkenalkan gen anti-demam berdarah oleh nyamuk. Disini, kami telah mengamati interaksi Wolbachia dengan virus dengue pada Ae. aegypti. Wolbachia mampu menghambat replikasi virus, penyebaran dan transmisi di nyamuk tersebut. Selain itu, gangguan virus Wolbachia-dimediasi ini dikaitkan dengan ketinggian kekebalan basal dan peningkatan umur panjang di nyamuk. Studi kami memberikan wawasan baru ke tentang kegunaan Wolbachia untuk memblokir transmisi dengue oleh nyamuk. bukan cuma itu satu-satunya nyamuk yang mebawa penyakit, Anopheles sundaicus adalah salah satunya yang membawa penyakit malaria (Bian et al. 2010)

Kasus-kasus malaria baru yang terjadi pada umumnya adalah kasus lokal. Hal ini mengindikasikan masih adanya vektor di daerah tersebut. Informasi terkini mengenai bioekologi vektor sangat penting di tengah dinamika perubahan lingkungan yang terjadi saat ini. Memahami bioekologi vektor di suatu wilayah dapat diketahui dengan mempelajari lingkungan setempat, vektor, dan agennya. Pengetahuan dan pemahaman tentang bioekologi vektor sangat diperlukan bagi upaya pengendalian vektor yang tepat (Dhewantara et al., 2013).

Wolbachia adalah salah satu genus bakteri yang hidup sebagai parasit pada hewan artropoda. Infeksi Wolbachia pada hewan akan menyebabkan partenogenesis (perkembangan sel telur yang tidak dibuahi), kematian pada hewan jantan, dan feminisasi (perubahan serangga jantan menjadi betina). Bakteri ini tergolong ke dalam gram negatif, berbentuk batang, dan sulit ditumbuhkan di luar tubuh inangnya. Berdasarkan studi filogenomik, Wolbachia dikelompokkan menjadi 8 kelompok utama (A-H). Bakteri tersebut banyak terdapat di dalam jaringan dan organ reproduksi hewan serta pada jaringan somatik. Inang yang terinfeksi dapat mengalami inkompatibilitas (ketidakserasian) sitoplasma, yaitu suatu fenomena penyebaran faktor sitoplasma yang umumnya dilakukan dengan membunuh progeni (keturunan) yang tidak membawa/mewarisi faktor tersebut (www.wikipedia.com). Dua pendekatan kontrol menggunakan pengganti populasi Wolbachia berbasis telah diusulkan: Salah satu pendekatan potensial melibatkan menghubungkan transgen ke Wolbachia. Kapasitas vectorial The mosquitoâ berkurang sebagai transgen dibawa oleh Wolbachia ke populasi sasaran (Bian, et al. 2010).

Wolbachia, dan Pengembangannya
Wolbachia merupakan genus cytoplasmically yang diwariskan secara riketsia dalam jaringan reproduksi (ovarium dan testis) dari berbagai arthropoda. Bakteri ini menyebabkan sejumlah perubahan reproduksi di hostnya, termasuk ketidakcocokan sitoplasma (CI) antara strain dan spesies terkait dengan induksi partenogenesis (PI), dan feminisasi genetik serangga jantan sehingga modifikasi reproduksi inangnya yang memberi keuntungan selektif pada bakteri. Wolbachia sangat luas. Survei baru-baru ini telah menemukan bakteri ini lebih dari 16% dari spesies serangga, termasuk masing-masing pada serangga besar. Wolbachia juga telah ditemukan di isopoda dan tungau, dan kerabat dekat baru-baru ini ditemukan di sebuah nematoda. Akan tetapi Batas-batas distribusi Wolbachia di arthropoda dan filum lainnya belum ditentukan.

Wolbachia telah menarik minat baru-baru untuk beberapa alasan. Pertama, mengingat distribusi luas dan efek pada hostnya, Wolbachia memiliki implikasi untuk proses evolusi penting. Yang menarik adalah peran dan potensi mereka sebagai mekanisme untuk spesiasi yang cepat berkembang. Kedua, bakteri intraseluler ini dikenal dalam mengubah pengembangan awal dan proses mitosis pada hostnya. Akibatnya, Wolbachia dapat digunakan untuk mempelajari proses dasar ini. Ketiga, ada minat yang luas dalam menggunakan Wolbachia dalam kontrol biologis sebagai mikroba "musuh alami," untuk meningkatkan produktivitas musuh alami atau sebagai vektor untuk menyebarkan modifikasi genetik yang diinginkan dalam populasi serangga. Sejumlah besar kemajuan telah dibuat selama lima tahun terakhir dalam studi mekanisme aksi, biologi populasi, dan evolusi Wolbachia. Sejarah singkat penelitian Wolbachia, meninjau kemajuan terbaru, dan mendiskusikan arah potensial untuk penelitian masa depan. Bakteri intraselular ini pertama kali dilaporkan dalam jaringan reproduksi nyamuk Culex pipiens oleh Hertig & Wolbach pada tahun 1924, dan riketsia tersebut kemudian diberi nama Wolbachia pipientis. Pada tahun 1950, Ghelelovitch dan Laven menemukan bahwa persilangan antar jenis tertentu dalam nyamuk Culex yang kompatibel, yaitu mereka menghasilkan sedikit atau tidak ada keturunan. Laven  menetapkan bahwa faktor ketidakcocokan yaitu dari pola pewarisan sitoplasmik (yaitu pola pewarisan melalui betina tetapi tidak melalui jantan) dan fenomena ketidakcocokan di sebut sitoplasma (Werren, 1997).

Wolbachia Bersimbion Pada Aedes aegypti
Wolbachia diwariskan secara maternal simbion yaitu bakteri intraseluler yang diperkirakan menginfeksi lebih dari 60% dari semua spesies serangga. Sementara Wolbachia umumnya ditemukan di banyak spesies nyamuk yang dianggap penting dan utama dalam transmisi patogen (penyebab penyakit) manusia. Publikasi keberhasilan strain Wolbachia yang  dapat memperpendek kehidupan vektor DBD (demam berdarah) yang di bawa oleh Aedes aegypti dewasa yang baru-baru ini dilaporkan. Infeksi Wolbachia yang sama juga langsung menghambat kemampuan dari berbagai pathogen (spesies nyamuk) dalam menginfeksi. Efeknya adalah Wolbachia meberikan regangan spesifik dan berhubungan dengan Wolbachia priming dari sistem kekebalan tubuh bawaan nyamuk sehingga berpotensi berkompetisi untuk membatasi sumber seluler diperlukan untuk replikasi patogen. Para pene;iti menyarankan bahwa Wolbachia mengganggu patogen dengan bekerja secara sinergis dengan strategi hidup-shortening sehingga memberikan pendekatan yang kuat untuk kontrol penyakit menular serangga (Moreira et al., 2009).


Aplikasi Wolbachia Sebagai Agen Biokontrol
Upaya radikal dilakukan untuk membatasi dan mungkin membasmi virus dengue, arbovirus yang ditularkan di antara manusia oleh nyamuk dari genus Aedes. Berbeda dengan pendekatan standar dosis lingkungan dengan bahan kimia, perkenalan dengan agen biologi yang menyebabkan nyamuk berumur pendek, atau vaksin, transformasi populasi dengan Wolbachia bertujuan untuk kontrol biologis jangka panjang. Perkenalan lokal Wolbachia memiliki potensi untuk menyebar luas dan pada akhirnya menggagalkan kemampuan nyamuk untuk menularkan virus dengan salah satu dari dua mekanisme yang di gunakan,: (1) blocking langsung transmisi (ii) memperpendek umur nyamuk sehingga dia tidak bisa matang dengan infeksi virus. Selain itu, properti Wolbachia tentang ketidakcocokan sitoplasma pada nyamuk jantan yang sudah terinfeksi dengan betina, (iii) menekan populasi nyamuk lokal dengan melepaskan 'steril' laki-laki. Namun, metode yang terakhir ini memerlukan pelepasan terus-menerus strain lab-dipelihara dan dengan demikian tergantung pada infrastruktur substansial (Bull & Turelli, 2013)

Wolbachia mengontrol dengan memperpendek hidup nyamuk
Infeksi Wolbachia yang dapat memperpendek masa hidup inang dipergunakan sebagai cara untuk memutus rantai tranmisi patogen kepada manusia. Usia merupakan faktor yang penting bagi vektor untuk dapat mentransmisikan patogen, termasuk virus. Hal ini dikarenakan beberapa patogen memerlukan waktu inkubasi ekstrinsik di tubuh vektor sebelum akhirnya siap untuk ditransmisikan dan menginfeksi manusia. Dengan demikian, hanya vektor-vektor yang berthana hingga masa inkubasi ekstrensik patogen selesai-lah yang berperan dalam transmisi patogen tersebut kepada manusia. Berdasarkan kemampuan bakteri Wolbachia yang dipercaya dapat membantu memutuskan rantai transmisi virus melalui vektor serangga, Scott O'Neill ilmuwan asal Australia bersama dengan rekan-rekannya memulai penelitianWolbachia terhadap nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan vektor virusdengue penyebab demam berdarah. Namun demikian, bakteri Wolbachiatidak umum menginfeksi Aedes aegypti sehingga pada tahun 2009 McMeniman dkk melakukan tranfer bakteri Wolbachia kepada nyamuk Aedes aegypti yang menyebabkan masa hidup nyamuk berkurang hingga setengah kali dari normal. Percobaan transfer yang dilakukan di laboratorium ini dinilai cukup stabil dan strain Wolbachia juga dapat diturunkan secara material dalam frekuensi yang cukup tinggi.

Efek antivirus Wolbachia juga diteliti pada nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi dengan virus dengue. Nyamuk yang terinfeksi Wolbachia diberikan darah yang terinfeksi dengan DENV-2 dan didapatkan tidak ada nyamuk dengan infeksi Wolbachia memberikan hasil yang positif terhadap pemeriksaan virus DENV-2 pada hari ke-7 maupun hari ke-14 pasca pajanan. Sementara 30-100% nyamuk yang tidak terinfeksi Wolbachiamenujukkan hasil tes yang positif pada tga eksperimen berbeda. Eksperimen lain dengan menyuntikkan virus DENV-2 intratorakal pada nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia menunjukkan titer DENV-2 RNA yagn jauh lebih rendah dibandingkan dengan nyamuk yang tidak terinfeksi Wolbachia. Bahkan pemeriksaan saliva nyamuk terinfeksi Wolbachia menunjukkan hasil yang negatif terhadap virus pada hari ke-14 pasca pajanan.

Penelitian Wolbachia di Indonesia
Para peneliti di program Eliminate Dengue Project (EDP) di fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, sedang merintis metode pemberantasan demam berdarah dengue dengan langsung kepada siklus hidup nyamuk pembawa virusnya.  Para peneliti memasukkan bakteri wolbachia ke dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, yang membuatnya kehilangan kemampuan untuk menularkan virus demam berdarah. Nyamuk yang sudah mengandung bakteri ini kemudian dikembangbiakkan di laboratorium.  Peneliti utama dalam proyek ini, Riris Andono Ahmad mengatakan, setelah melalui serangkaian pembiakan, nyamuk yang telah mengandung bakteri ini dilepaskan ke sejumlah lokasi.  Pelepasan akan dilakukan berulang setiap seminggu sekali dalam 16-24 pekan ke depan, ujarnya. Proses ini sangat aman, menurutnya, karena bakteri yang digunakan sebenarnya sudah ada di lingkungan sekitar, terutama di sejumlah serangga kami juga sudah melakukan survei di wilayah penelitian serangga, dan menemukan bahwa lebih dari 50 persen serangga yang kami tangkap itu mengandung wolbachia. Jadi ini bukan sebuah organisme yang asing, itu ada di alam dan sifatnya alami.  Nyamuk yang dikembangkan di laboratorium diharapkan akan kawin dengan nyamuk Aedes aegypti liar, dan otomatis menularkar bakteri wolbachia ke nyamuk liar tersebut.

Anak-anak dari perkawinan nyamuk itu akan membawa bakteri wolbachia di dalam tubuhnya dan tidak akan bisa lagi menularkan virus demam berdarah. Demikian seterusnya, sehingga diharapkan seluruh nyamuk Aedes aegyti di alam akan tertular bakteri wolbachia.  “Teknologi ini, kalau berhasil menyebarkan wolbachia di populasi nyamuk di alam, maka itu akan berkesinambungan. Karena kemudian bakteri itu akan diturunkan terus menerus ke anaknya, sehingga anak turun dari nyamuk tadi tidak akan memiliki kemampuan untuk menularkan virus dengue dalam jangka panjang, ini menjadi sebuah teknologi yang sangat murah, karena kita tidak perlu melakukan intervensi secara berulang-ulang.

Peneliti-peneliti di Fakultas Kedokteran UGM aktif dalam penelitian bidang-bidang tersebut. Dalam hal pengembangan vaksin dengue, di Indonesia telah dibentuk kelompok kerja yang melibatkan berbagai lembaga riset, yang meliputi: Litbangkes, Eijkman Institute for Molecular Biology, UI, UnAir, UGM, PSSP-IPB, BPPT, LIPI, dan Biofarma. Berbagai riset utk mengendalikan infeksi dengue dari aspek vektor juga terus dilakukan.  Di FK UGM, beberapa peneliti melakukan riset dalam bidang ini dan bekerja sama dengan beberapa lembaga riset di luar negeri seperti Australia dan Perancis. Disisi lain, pengembangan diagnosis dari aspek klinik juga terus dilakukan.Simposium international tentang dengue yang berjudul: Integrating Research and Action on Dengue, diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran UGM ini didukung penuh oleh program Health Professional Education Quality Improvement (HPEQ) yang mengundang para ahli dari berbagai lembaga riset di dunia. Simposium ini antara lain di maksudkan sebagai wahana untuk mengetahui perkembangan terkini dan saling tukar pikiran untuk memecahkan masalah masalah terkait dengan penyakit dengue, baik dari aspek pencegahan, pengendalian vektor, diagnosis maupun penanganan pasien demam berdarah.  Simposium ini mengundang ahli ahli ternama dan sangat senior dibidangnya dari berbagai negara, termasuk diantaranya Profesor: Scott Halstead dari Amerika, Roger Frutos dari Montpellier University, Perancis, Peter Ryan dari Monash University, Australia, Amin Subadrio dari Kementerian Riset dan Teknologi RI. Selain itu juga pembicara dari Kementerian kesehatan, WHO dan lain-lain.  Hasil-hasil riset dalam bidang dengue dari para peneliti dari berbagaiinstitusi riset di Indonesia juga dipresentasikan dalam symposium ini (http:fk.ugm.ac.id)


Kesimpulan

pengendalian nyamuk yang menjadi fektor virus dengue penyebab penyakit demam berdarah tidak harus dengan menggunakan cara kimiawi, akan tetapi bisa dengan menggunakan bakteri WolbachiaWolbachia dapat mengifeksi nyamuk aedes aegypty dan bertahan didalam tubuhnya dan berkembang biak atau memperbanyak diri, sehingga bisa menularkan pada telur dan pasanganya, saat nyamuk sudah terinfeksi maka akan memperpendek umurnyamuk lebih cepat. penelitian ini di kembangkan di Australia, akan tetapi indnesia sebagai Negara epidemik juga sudah melakukan penelitian dengan pemanfaatan bakteri Wolbachia.

Daftar Pustaka
Jurnal
Bull J. J., & Turelli M. 2013. Wolbachia versus dengue Evolutionary forecasts. EMPH Vol (1): 197-207.
Bian G., Yao Xu , Peng Lu , Yan Xie & Zhiyong Xi. 2010. The Endosymbiotic Bacterium Wolbachia Induces Resistance to Dengue Virus in Aedes aegypti. news.msu.edu
Dhewantara P. W., Astute E. P., & Pradani F. D. 2013. studi bioekologi nyamuk anopheles sundaicus di desa sukaresik kecamatan sidamulih kabupaten ciamis bul. penelit. kesehat, Vol. 41, no. 1,: 26 – 36
Moreira L. A., Ormaetxe I. I., Jeffery J. A., Lu G., Pyke A. T., Hedges L. M., Rocha B. C., Mendelin S. H., Day A., Riegler M., Hugo L. E., Johnson K. N., Kay B. H., McGraw E. A., van den Hurk A. F., Ryan P. A, & O'Neil S. L. 2009. A Wolbachia Symbiont in Aedes aegypti Limits Infection with Dengue, Chikungunya, and Plasmodium. J. Cell shimposiaVolume 139, Issue 7,1268–1278
internet
Futuready. 2015. Kenali nyamuk pembawa penyakit. [Internet  Akases 7/Febuari/2015 https://www.futuready.com/articledetail/index/kenali-nyamuk-pembawa-penyakit.19 feburwari 2015.
Fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada [Internet  Akases 7/ Febuari /2015]=http://fk.ugm.ac.id/author/humas/page/4/
Wikipedia. Wolbachia. https://id.wikipedia.org/wiki/Wolbachia [Internet  Akases 7/ Febuari /2015]
-------------. https://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti [Internet  Akases 7/ Febuari /2015]



thumbnail

Download KITAB RINGKASAN SAHIH MUSLIM JILID 1-2 (Gratis)

Muhammad Nashiruddin Al Albani 

Kitab yang ada di hadapan pembaca adalah kitab yang telah saya ringkas dari kitab Shahih Imam Abu Husain Muslim bin Hajjaj Al Qusyairi An-Naisaburi,  dengan tujuan untuk memudahkan mereka yang ingin menghafal dan menelitinya. Disamping itu metode penyusunannya saya buat sedemikian rupa agar mempermudah dan mempercepat dalam mencari hadits yang diinginkan. Meskipun kitab ini tidak terlalu tebal, namun insya Allah telah mencakup hal yang dimaksud.

JILID 1 (download) pdf
JILID 2 (download) pdf
thumbnail

Download KITAB RINGKASAN SAHIH AL BUKHARI JILID 1-5 (Gratis)

Kitab ringkasan pertama yang disusun secara ilmiah dan mendetail, menghimpun seluruh Hadits shahih dan hadits mu 'allaq yang marfu', serta atsar yang mauquf tanpa menyebutkan sanadnya dan matan yang diulang­ulang, kecuali tambahan yang terdapat dalam riwayat yang disebutkan secara berulang­ulang. Tambahan tersebut sudah digabungkan ke dalam Haditsnya, dimarta masing­masing tambahan diletakkan pada tempatnya (dalam Hadits) dengan menggunakan metode ilmiah yang belum pernah ada sebelumnya ­sepengetahuan saya­ yang menghimpun seluruh faidah yang ada dalam kitab Shahih. 

JILID 1 (download) pdf
JILID 2 (download) pdf
JILID 3 (download) pdf
JILID 4 (download) pdf
JILID 5 (download) pdf

Sabtu, 07 April 2018

Rabu, 11 Mei 2016

thumbnail

Protein Genom Potyviruses (virus tumbuhan Tipe Genetik RNA) (Memahami Biologi Molekuler Virus tumbuhan) (Aplikasi dalam pengembangan tanaman transgenik)

Oleh: Eka D-kerz

v Latar Belakang
Penyakit pada tanaman dapat di sebabkan oleh banyak faktor seperti salah satu yang paling dominan adalah organisme patogen termasuk di dalamnya adalah virus. Jenis tanaman budidaya pada saat sekarang dan banyak diserang oleh virus tumbuhan seperti pada Kacang Tanan Oleh PSTV (Peanut Stripe virus), Jagung oleh MDMV (Maize Dwarf Mosaic Virus) atau Juga dengan JGMV (Johnsongrass Mosaic Virus), Padi oleh RTSV (Rice Tungro Sphiracle Virus) dan RTBV (Rice Tungro Bacillioform Virus) dan Kedelai oleh SbMV (Soyben Mosaic Virus). Akibat Serangan virus-virus ini pada saat Seedling menyababkan terjadinya penurunan hasil panen secara singnifikan bahkan terjadi kegagalan panene dan mengalami kerugian secara ekonomis, Untuk itu perlu Dilakukan pengamatan dan dipelajari bagai mana aksi penularah oleh virus-virus tumbuhan dan berkembang di dalam inangnya sehingga di kemudian hari dapat dilakukan pencegahan atau dilakukan pengembangan seperti aplikasi dari virus itu sendiri untuk melindungi tanaman dari serangan virus-virus ini (Surnto, 2014).
Memahami biologi molekuler dari virus dan fungsi dari berbagai protein dalam genom virus merupakan prasyarat dalam melakukan kontrol propagasi virus dan elaborasi strategi antivirus. Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan baru untuk mempelajari virus seperti penggunaan sistem dua-hybrid untuk memeriksa interaksi protein-protein. Potyviruses, genus besar dalam keluarga Poty6iridae, menginfeksi berbagai tanaman inang, baik monokotil maupun dikotil. Mereka ditularkan terutama oleh kutu daun dengan cara non-persistent, sehingga menyebabkan kerusakan yang berdampak pada penurunan ekonomi yang parah dari hasil tanaman (Inchima et al., 2001)
Potyvirus merupakan salah satu kelompok virus yang paling banyak dan tersebar luas sebagai virus tanaman. Meskipun kemajuan menuju pemahaman dasar seluler dan molekuler dari patogenisitas virus ini, akan tetapi masih banyak pertanyaan tentang mekanisme potyviruses dalam menerobos pertahanan inangnya dan menciptakan lingkungan intraseluler optimal untuk virus replikasi, perakitan materi genetik dan menyebar. Dalam tulisan ini berfokus pada peran multifungsi protein potyviral dan interaksi mereka dengan berbagai faktor dari inangnya (Ivanov et la., 2014)

v Profil Potyviruse

Partikel Potyviruses berbentuk batang, panjang 680-900 nm dan lebar 11-15 nm. Mereka terdiri dari RNA beruntai tunggal (+) polaritas, panjang sekitar 10 kb, dikelilingi oleh sekitar 2000 salinan protein mantel (CP) unit. Berdasarkan organisasi genom mereka dan strategi mereka berekspresi, Potyviruses telah dimasukkan dalam supergrup virus picorna-seperti RNA genom membawa VPG (protein virus genomelinked) kovalen terikat akhir 5% nya, dan poli (A) ekor pada akhir 3% nya. (Inchima et al., 2001)




Potyvirus memiliki selubung protein yang berfungsi untuk penularan melalui kutu daun, pergerakan virus dari sel ke sel dan pergerakan virus secara sistemik, pembentukan selubung virus dan replikasi virus). Genom Potyvirus mempunyai satu open reading frame (ORF) yang mengkode 340-350 KDa precursor poliprotein. Translasi RNA Potyvirus dimulai dari kodon awal AUG pada posisi nekloitida 145-147 dari ujung 5’  genom Potyvirus, kodon stop terletak pada nekloitda  ke 9525-9589 dari ujung 3’ genom Potyvirus dan diikuti oleh sekuen poliadenilasi (Poly A). Ekspresi genom Potyvirus terjadi melalui translasi poliprotein dari genom virus. Poliprotein kemudian mengalami pemotongan dalam sitoplasma menjadi prtein fungsional dan struktural sesuai dengan gen yang disandikan. Pemotongan poliprotein dilakukan protease yang terjadi selama dan sesudah translasi (Pramarta, 2014)

 v Protein dalam Organisasi Genom Potyviruses
sejauh ini penelitian tentang virus tumbuhan terus di kembangkan sehingga sampai pada mengetahui protei yang yang mampu digunakan dalam pengaplikasian untuk tanaman pangan yang tahan terhadap  terhadap penyakit yang di timbulkan oleh virus tertentu, seperti data genom virus sangat bervariasi dari yang hanya 3000 bp (pasang basa/bp=base pairs) sampai kurang dari 10000 bp. Dari sekian banyak jenis virus tanaman yang termasuk dalam Genus tertentu, nampaknya Genus Potyvirus yang sudah secara konsisten menerapkan aturan bahwa pengangkatan suatu virus menjadi virus baru atau strain baru haruslah menggunakan data sekuensing DNA dari CP gen. Coat Protein (CP) gen dari Potyvirus terletak pada 3-end pada struktur genom Potyvirus yang besarnya kurang lebih 10000 bp. Gen CP ini mempunyai tiga bagian, yaitu N-terminal, Core Region (CR), dan C-Terminal. Urutan data DNA dari gen ini telah secara meyakinkan untuk mempelajari eksistensi virus baru yang akan dikelompokkkan ke dalam strain tertentu (Suranto, 2009).

v Publikasi Gen Mantel (Coat protein (CP)) protein dari JGMV Krish infekting dengan gel denaturasi poliakrilamida

Mantel protein (Coat protein (CP)) dari JGMV Krish infekting sarin memperlihatkan monomer yang bermigrasi di sekitar 34,4 kDa dalam gel denaturasi poliakrilamida ini mirip dengan CP dari JGMV-Jg (34,0 kDa) seperti dilansir Shukla et al., (1994) dalam (Suranto, 2002) 



dan diamernya sekitar 68 kDa juga sering diamati disiapkan atau bila disimpan pada 20 °C . Hasil ini yang di perlihat pada gambar diatas adalah fitur yang konsisten dalam percobaan menggunakan partikel virus baru yang dimurnikan dan dibandingkan dengan data yang diterbitkan pada JGMVJg Gough dan Shukla, (1993). 

 Gambar. Protein dalam Organisasi 
 Genom Potyviruses


Table. Fungsi Beberapa Protein Yang Terdapat Dalam Genom Potyvirus.

Protein inklusi (CI) dan protein selubung (CP) berguna untuk pergerakan dari satu sel inang ke sel inang lainnya melalui plasmodesmata. CP juga digunakan untuk pergerakan virion protein dalam jaringan vaskuler melalui interaksi dengan Hc-Pro pada domain C- dan N- terminalnya. HC-Pro dengan menggunakan antiviral yang disebut RNA silencing (pembungkaman RNA), berfungsi menekan mekanisme pertahanan tanaman. Viral genome-linked protein (VPg) merupakan protein multifungsi yang berperan pada saat amplifikasi dan pergerakan virus yang berada pada ujung 5’ genom virus. Protein ini merupakan bagian N-proximal dari protein inklusi inti (NIa) dan terpisah secara autokatalik dari domain C-proximal proteinase (NIa-Pro). VPg berikatan secara kovalen dengan ujung 5’ RNA virus melalui ikatan fosfodiester pada residu asam amino tirosin yang terletak di bagian N-proximal. VPg mempunyai peranan penting untuk proses infeksi virus. VPg juga berinteraksi dengan faktor inisiasi translasi (eIF(iso)4E), dan diperlukan untuk infeksi secara sistemik. Genom Potyvirus mempunyai bagian yang tidak berubah (conserved) dan daerah yang bervariasi. Hc-Pro dan Nib merupakan bagian yang tidak berubah. Daerah yang bervariasi adalah P1, P3, dan C (Pramarta, 2014)

v Relokasi dan Ekspresi gen Potyvirus pada Tanaman
Potyviruses telah digunakan sebagai vektor ekspresi pada tanaman. Strategi ekspresi mereka, terutama didasarkan pada produksi poliprotein besar, membuat mereka sangat menarik untuk secara bersamaan menghasilkan jumlah molar yang sama dari beberapa protein heterolog. Penelitian Majer et al., (2014) menunjukan potensi dan keterbatasan dalam mengekspresikan protein heterolog dari vektor potyviral. satu-satunya posisi di mana urutan koding protein heterolog dapat dimasukkan tanpa mengorbankan kelangsungan hidup virus adalah amino terminal akhir dari poliprotein tersebut, antara P1 dan HC-Pro, dan antara NIB dan CP. Posisi intercistronic P1/HC-Pro dan pena/CP telah digunakan dengan frekuensi yang besar untuk mengekspresikan protein heterolog dalam banyak potyviruses. Namun, terluar amino terminal akhir dari poliprotein tersebut belum pernah digunakan lagi, meskipun protein fluorescent hijau telah berhasil diungkapkan dekat dengan terminal amino dari kentang potyvirus A poliprotei

Kesimpulan

Seringnya terjadi kekegalan panen dari tumbuhan budidaya dan hortikultural menyebabkan kerugian secara ekonomis di seluruh dunia, sehingga membuat para peneliti mempelajari tentang virus rumbuhan ini terutama virus janis potivirus yang materi genetiknya berupa RNA dan banyak menjagkiti jenis tanaman utama atau yang menjadi bahan makanan pokok (seperti padi, jagung, kedelai, sorgum, kedelai, kacang tanah dll). Para peneliti mempelajari faktor dari virus ini, cara penularan mereka dengan vektor, cara mereka memperbanyak diri dan gejala secara morfologi hingga molekuler pada tanaman, ini bertujuan untuk mengelompokan dan memberi nama mereka, menentukan gejala dan jenis virus yang mnginfeksi tanaman, mengetahui bagian tanaman yang sakit, mengetahui proporsi tanaman yang sakit dalam suatu populasi dan untuk mengetahui eksistensi virus baru yang menjangkiti tanaman yaitu dengan meneliti dari bagian gen CP nya, sehingga bisa dikembangkan dalam pemuliaan tanaman yang resisten virus tertentu yaitu.
Pengembangan tanaman dengan menggunakan virus tanaman bisa dilakukan dengan memanfaatkan proten dalam organisasi genom virus itu sendiri yang terdiri dari P1, HC, P3, CI, NI-VP dan CP dan satu-satunya posisi urutan koding protein heterolog yang dapat disisipkan tanpa mengorbankan kelangsungan hidup virus adalah amino terminal akhir dari poliprotein tersebut, antara P1 dan HC-Pro, dan antara NIB dan CP. Posisi intercistronic P1/HC-Pro dan pena/CP telah digunakan dengan frekuensi yang besar untuk mengekspresikan protein heterolog dalam banyak potyviruses dan juga yang bisa digunakan untuk di ekspresikan dalam genom tanaman sehingga tanaman bisa tahan terhadap vurus yang memiliki gen yang ada dalam tanaman tersebut.
  
Sumber Referensi

Ivanov, Eskelin, Lõhmus & Mäkinen. 2014. Molecular and cellular mechanisms underlying potyvirus infection. NCBI. J Gen Virol. Jul Vol. 95(Pt 7):1415-29
Inchima, Haenni & Bernardi. 2001. Review Potyvirus proteins: a wealth of functions. J Virus Research Vol. 74 (2001) 157–175
Majer E., Salvador Z.Zwart M. P.,  Willemsen A. Elena S. F. and Daròs J.-A. 2014.  Simon A.: Editor. Relocation of the NIb Gene in the Tobacco Etch Potyvirus Genome. J Virol. Vol. 88 (8): 4586–4590.
Pramarta I. G. R. 2014. Identifikasi Spesies Potyvirus Penyebab Penyakit Mosaik Pada Tanaman Cabai Rawit (capsicum frutescens l.) Melalui Sikuen Nukleotida Gen Coat Protein. program pascasarjana universitas udayana denpasar diawasi dandidukung
Suranto. 2002. Characterization of the Krish-infecting strain of Johnsongrass Mosaic Potyvirus (JGMV) and its Symptom Development in Krish Sorghums. J. BioSMART. Vol. 4, No 2: 1-5.
---------. 2014. VIROLOGI TUMBUHAN; Panduan Kerja Laboratorium Edisi 2. Graha Ilmu. Yogykarta.
---------. 2009. Perkembangan Biologi Terkini Dari Tinjauan Molekuler Global. Seminar Nasional Pendidikan Biologi.
Shukla, D.D., C.W. Ward, and A.A. Brunt. 1994. The Potyviridae. Wallingford: CAB International.

Minggu, 08 Mei 2016

thumbnail

Senyawa Metabolit Sekunder Katekin (Catechin) (Pangan Fungsional dan Antioksidan) (Biokimia Bahan Alam)

Oleh:
M. Eka Hidayatullah

Latar belakang
Usia panjang menjadi harapan setiap orang. Meraih usia panjang bukan hal yang gratis, semua perlu upaya. Mereka yang hidup di kota-kota besar dan setiap hari dikepung polusi sumber radikal bebas, sangat dianjurkan untuk banyak mengonsumsi pangan fungsional sumber antioksidan agar sel-sel tubuh tidak mudah karatan. Pangan fungsional menurut definisinya adalah pangan yang bermanfaat bagi kesehatan di luar zat gizi yang umumnya ada dalam setiap makanan (Styshout, 2010) dalam (Indralaya, 2010). Antioksidan memiliki peranan penting bagi kesehatan. Khususnya mempertahankan tubuh dari kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas, sedangkan pada level industri, antioksidan diperlukan tidak hanya sebatas bahan aditif pada minyak tetapi juga banyak digunakan untuk industri obat-obatan (Wulaningsih, 2008).

Satu dari sekian banyak hasil riset mengenai kesehatan sekarang ini adalah dibidang nutrien antioksidan. Secara sederhana antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang mampu menghambat atau mencegah terjadinya oksidan. Antioksidan memiliki kemampuan dalam memberikan elektron, mengikat dan mengakhiri reaksi berantai radikal bebas yang mematikan. Berbagai penelitian membuktikan bahwa senyawa katekin yang tekandung dalam teh hijau bermanfaat dalam meningkatkan sistem imun (Heroniaty, 2012).

Senyawa dalam teh ini di berinama katekin. katekin adalah senyawa metabolit sekunder yang secara alami dihasilkan oleh tumbuhan dan termasuk golongan flavonoid. Senyawa ini memiliki antioksidan berkat gugus fenol yang dimilikinya. Struktur molekul katekin memiliki dua gugus fenol (cincin A dan B) dan satu gugus hidropiran (cincin C) dikarenakan memiliki lebih dari satu gugus fenol, maka senyawa katekin sering disebut senyawa polifenol. Katekin pada daun teh memiliki senyawa sangat kompleks, yang tersusun sebagai senyawa katekin (C), Epikatekin (EC), Epikatekin galat (EPC), Epigalokatekin (EGC), Epigalokatekin galat (EGCG) dan galokatekin (GC) (Tawoha & Balitteri, 2013).

Tumbuhan/Tanaman Penghasil Senyawa Katekin

Pangan fungsional merupakan pangan alami (sebagai contoh, buah-buahan dan sayur-sayuran) atau pangan olahan yang mengandung komponen bioaktif sehingga dapat memberikan dampak positif pada fungsi metabolisme manusia. Katekin merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan tertentu.

Katekin dalam Teh (Camelia sinensis)
Senyawa katekin berperan dalam menentukan rasa dan warna teh (Tawoha & Balitteri, 2013) Misalnya jenis teh olong, teh hijau dan teh hitam masing-masing memiliki kandungan katekin sebelum dilakukan pengolahan hingga mencapai 13,76 %, sedangkan setelah pengolahan teh olong memiliki sisa kandungan katekin sekitar 9, 49 % terdegradasi 31, 03 %, teh hijau 10,04 terdegradasi 27,03 % dan teh hitam sekitar 5, 91 dan yang terdegradasi sekitar 57, 70 % (Karori et al., 2007).

Komponene senyawa katekin daun teh
Daun teh dari berat keringnya memiliki kandungan (+)-katekin sebanyak 0,5-1 %, (-)-epikatekin sebanyak 1-3 %, (-)-epikatekin galat sebanyak 2-4 %, (+)-galokatekin sebanyak 1-2 %, (-)-epigalokatekin sebanyak 4-7 % dan (-)-epigalokatekin galat sebanyak 5-14 % (Zhen et al., 2002)

Katekin dalam dauan gambir
Ekstrak gambir mengandung katekin sebagai komponen utama, suatu senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan dan antibakteri (Miller, 1996; Arakawa et al., 2004; Velury et al., 2004) dalam (Dewi, 2011) selain itu juga dilakukan penelitian dengan menguji akativitas. Penelitian yang berkaitan dengan aktivitas ekstrak gambir telah banyak dilakukan diantaranya aktivitas antioksidan dan antibakteri dari turunan metil ekstrak etanol daun gambir (Kresnawaty & Zainudin, 2009) dalam (Noveri Rahmawati 2012). Selain uji aktivitas dari ekstrak gambirnya, juga dilakukan beberapa uji aktivitas dari katekin sendiri untuk melihat mana yang lebih tinggi antra aktivitas ekstrak kasar dan yang murni (Dogra, 1987) dalam (Noveri Rahmawati 2012). Kandungan katekin dalam gambir yang tidak kalah banyak dari pada teh misanya GC (Gambir Cubadak) mengandung katekin sebanyak 104,5 ug/ml sedangkan epikatekin 0,80 ug/ml,  GU (Gambir Udang) mangandung katekin sebanyak 101,2  ug/ml sedangkan epikatekin 0,62 ug/ml, GRm (Gambir riau mancik) kandungan katekinya sebanyak 99.4 ug/ml sedangkan epikatekin 0,49 ug/ml dan GRg (Gambir riau gadang) mangandung katekin sebanyak 108 sedangakan 0,74 mg/ml (Tawoha & Balitteri, 2013).

Katekin Dan Struktur Kimia Katekin
Katekin adalah senyawa dominan dari pilifenol yang merupakan senyawa yang larut dalam air, tidak berwarna dan tidak memberikan rasa pahit. Katekin merupakan kerabat tanin terkondensasi, yang juga sering disebut polifenol karena banyakanya gugus fungsi hidroksil yang dimilikinya. Katekin bersifat asam lemak (pKa1=7,72 dan pKa2=10,22). Sukar larut dalam air dan sangant tidak stabil di udara terbuka dan sangat mudah teroksidasi pada pH yang mendekati netral (pH 6,9). Katekin juga mudah teruai cahaya dengan laju rekasi lebih besar pada pH rendah (3,45) dibanding dengan pH 4,6. Sifat fitokimianya menjadi tantangan tersendiri dalam formula katekin sebagai bahan alam. Katekin biasa disebut sebagai asam katekoat (catechoat) dengan rumus kimia C15H14O6 tidak berwarna dan dalam keadaan murni sedikit tidak larut dalam air dingin tetapi larut dengan air panas, larut dengan alkohol dan etil asetat, hampir tidak larut dalam klorofom benzen dan eter selain itu katekin berbentuk kristal halus seperti jarum. Katekin dalam larutan asam asetat akan membentuk larutan bening tetapi jika di reksikan dengan besi klorida akan membentuk cairan wrna hijau. Katekin merupakan senyawa fenolik yang kompleks (polifenol) (Heroniaty, 2012).


Katekin memiliki dua atom karbon yang simestris yang membuatnya memiliki empat isomer yaitu (+) katekin, (-) katekin, (+) epikatekin dan (-) epikatekin. (+) katekin dan (-) epikatekin paling banyak di temukan di alam. Katekin dan epikatekin memiliki 3 jenis trunan. Katekin galat, galokatekin, galokatekin galat epikatekin galat dan epigalokatekin galat. (Heroniaty, 2012)

Struktur beberapa senya katekin pada teh


Jalur biositetis senyawa katekin
Jalur biosintesis dari katekin bisa dilihat dari jalur sintesisnya pada dau teh hijau, senyawa katekin tersistesis melalui jalaur asam melanik dan asam sikimik sedangkan asam galik diturunkan dari satu produk yang diproduksi dalam jalur metabolik asam sikimik (Syah, 2006)

Jalur biositetis senyawa katekin


Manfaat senyawa katekin untuk kesehatan                                                                         
Polifenol adalah komponen aktif yang ada di dalam minuman teh yang berkhasiat sebagai antioksidan yang isinya didominasi oleh senyawa katekin yang mempunyai manfaat segudang yaitu: sebagai anti virus, anti radang dan anti bakteria. Pada 1 cangkir teh hijau Jepang mengandung polifenol 37-56%, katekin 30-42% dan epigalokatekin galat 10-13% 10 atau 67,5 mg katekin dalam 100 ml. Komponen ini dalam tubuh dapat berperan untuk memperbaiki kerusakan yang kognitif, menghambat proses penimbunan lemak dan banyak lagi manfaat yang lain. Katekin juga memiliki aktivitas senyawa biologi yang penting seperti seperi aktifitas anti tumor dan anti oksidan. Flafon-3-ol epikatekin dan katekin (Putri, 2010). Selain itu secara medis senyawa katekin dalam teh memiliki banyak manfaat seperti mampu mengurangi resiko kanker, tumor, menurunkan kolesterol, mencegah hipertensi, membunuh bakteri dan jamur, serta membunuh virusvirus influenza (Alamsyah, 2006) dalam (Rizky Otarini 2009). Polifenol juga memperkuat mekanisme pertahanan suatu organisme, memiliki sifat anti-mikroba, anti-kanker, dan antioksidan (Czerwinska, 2006) dalam (Otarini, 2009).

Katekin dan turunananya sangant bermanfaat bagi kesehatan manusia, berperan sebagai antioksidan, senyawa polifenol berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil (OH) sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein, DNA dan sel. Kemampuan polifenol menagkap radikal bebas 100 kali lebih efektif  dibandingkan dengan vitamin C dan 25 kali lebih Efektif dibandingkan dengan vitamin E (Sibuea, 2013) dalam (Damayanti, Kusharto, Suprihaini & Rohdiana, 2008)

Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa ekstrak etanolik daun teh hijau dapat berfungsi sebagai anti bakteri yang dapat direkomendasikan sebagai salah satu alternatif pengobatan jerawat. Penelitian Mahmood, dkk membuktikan bahwa ekstrak etanolik daun teh hijau 3% dalam sediaan emulsi dapat menurunkan produksi sebum atau lemak jerawat dalam waktu 8 minggu sedangkan menurut penelitian Widyaningrum, (2007) membuktikan bahwa ekstrak etanolik daun teh hijau dalam formula sediaan krim 3% dapat menghambat aktivitas bakteri staphylococcus aureus yang merupakan salah satu bakteri penyebab jerawat (Widyaningrum, 2013). Selain itu kadungan epigalokatekin dan epigalokatekin dapat menghambat enzim yang mengatur tekanan darah dan dapat mengatur pengurangan penyerapan vitamin B1 yang mengakibatkan berkurangnya metabolism gula sehingga berat badan bias turun. (Wulaningsih, 2008)

Kesimpulan

Katekin merupakan senyawa kimia organik dalam tumbuhan yang memiliki dua atom karbon simestris yang membuatnya memiliki empat osomer yaitu (+) katekin, (-) katekin, (+) epikatekin dan (-) epikatekin. (+) katekin dan (-) epikatekin paling banyak ditemukan di alam. Katekin dan epikatekin memiliki 3 jenis trunan. Katekin galat, galokatekin, galokatekin galat epikatekin galat dan epigalokatekin galat konsetrasi yang tinggi pada daun teh hijau dan daun gambir dan mepunyai struktur yang kompleks, mudah larut dalam air panas dan tidak mudah larut dalam air dingin. Katekin merupakan kimia bahan alam utama pada tatartan senyawa kimia tumbuhan karena memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia. berkhasiat sebagai antioksidan, anti tumor, mampu mengurangi resiko kanker, tumor, menurunkan kolesterol, mencegah hipertensi, membunuh bakteri dan jamur, serta membunuh virusvirus influenza dan dapat menghambat enzim yang mengatur tekanan darah dan dapat mengatur pengurangan penyerapan vitamin B1 yang mengakibatkan berkurangnya metabolism gula sehingga berat badan bias turun

Daftar Referensi

Ariani A, Pentadini F, Dewi E & Martono Y. 2012. Isolasi Katekin Daun Gambir (Uncaria Gambier Roxb.) Sebagai Functional Food Pada Mie. Proseding seminar nasional sains dan pendidikan sains VII UKSW
Agustin R, Oktadefitri Y, Lucida H. 2013. Formulasi Krim Tabir Surya Dari Kombinasi Etil P –Metoksisinamat Dengan Katekin. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III.
Dewi S. K. 2011. Biotransformasi Katekin Menggunakan Isolat Mikroba Endofit Dari Daun Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Dan Mikroba Tanah. Fakutas Farmasi Uiversitas Adalas Padang.
Endang supratiwi. Antimicrobial Effect of Japanese Green Tea Polyphenol on Mutan Streptococci. Dep.I.Konservasi Gigi FKG-UI
Heroniaty. 2012. Sintesis Senyawa Diamer Katekin Dari Ekstrak Teh Hijau Dengan Menggunakan Katalis Enzim Peroksidase Dari Kulit Bawang Bombay (Allium Cepa L.). Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Pasca Sarjana. Prodi Ilmu Kimia Depok.
I M. Sukadana. 2009. Senyawa Antibakteri Golongan Flavonoid Dari Buah Belimbing Manis (Averrhoa Carambola Linn.L). Jurnal Kimia. 3 (2): 109-116
Oktarini R. 2009. UJI Aktivitas Antibakteri Ekstrak Teh Hijau ( Camellia sinensis (L.) Kuntze) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 6538 Dan Escherichia coli ATCC 11229 Secara Invitro. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Putri M. A. H. 2010. Uji Aktifitas Anti Bakteri (+)- Katekin Dan Gambir (Uncaria Gambier Roxb.) Taerhadap Beberapa Jenis Gram Negative Dan Mekanismenya. Skripsi.
Syah A. N A. 2006. Taklukkan Penyakit dengan Teh Hijau. PT. Agromedia Pustaka. Hal. 48
Tawoha J. Balitteri. 2013. Kandungan Senyawa Kimia Pada Daun Teh (Camellia Sinensis). Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri Vol. 19. (3).
Widyaningrum N. 2013. Epigallokatekin-3-Gallate (EGCG) Pada Daun Teh Hijau Sebagai Anti Jerawat. Majalah farmasi dan farmakologi, vol. 17 (3): 95 – 98
Wulaningsi F. S. 2008. Uji (Aktifitas Antioksidan Senyawa Campuran Derifat Kurkumin Dan Katekin Hasil Isolasi Dari Daun Teh Camellia Sinensis). Skripsi.
Karori, S.M, Wachira, F. N, Wanyoko, J.k and Ngure, R. M. 2007. Antioxidant Capacitiy of Different Type of Tea Products. African journal of Biotechnology, Vol 6: 2287-2296
Zhen – Guo S., Xiang – Dong L1, Chun – chun Wang, Huai – man Chen, and ung Chua, (2002).  Heavy metals in the Environment – “Lead photo extraction from contaminated soil with high – Biomass plant species” JEQ Vol. 31 Pp. 1893 – 1900.

About